Penulis: Khairuddin, S.Pd., M.Pd I Kepala SMAN 1 Matangkuli
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”
Tidak ada teknologi yang sampai hari ini mengalahkan perjalanan berabad-abad lalu yang dialami hamba pilihan, Muhammad Rasulullah SAW
Tidak kegalauan yang menghimpit Rasulullah Muhammad SAW setelah perjalanan ini. Banyak sahabat menganggap Muhammad menyebar hoax atas perjalanan yang hanya satu malam pulang pergi.
Tidak ada ummat yang mampu mencerna cerita ini kecuali mereka yang teguh beriman. Mereka yang percaya apa pun sumber dari Rasulullah SAW. Tak perlu Muhammad membuktikan apa pun bagi mereka yang beriman.
Di sinilah lahir karakteristik sahabat sejati seperti Abu Bakar Radhiallahu Anh. Beliau berdiri paling depan meyakinkan sahabat lain, bahwa apa yang dialami Muhammad sungguh benar adanya. Tidak ada pembuktian ilmiah dalam hal iman.
Tidak kebayang kalau Isra Mi’raj di zaman sekarang. Rasanya bukan hanya penolakan atas dalil ilmiah apa pun, namun juga hinaan lebih masif di sosmed.
Justru sekarang ini tantangannya, bahwa ada yang lebih besar ketimbang penemuan-penemuan manusia di zaman teknologi. Kisah perjalanan Muhammad adalah bukti Allah maha segalanya, ‘azza wa jalla.
Tidak ada mu’jizat yang tersisa dari nabi lain, kecuali nabi Muhammad. Mu’jizat salah satunya adalah kehambaan dalam sujud-sujud mengadu pada Allah, yaitu Shalat.
Perintah shalat diberikan langsung oleh Allah tanpa perantaraan. Perintah yang diperoleh dari perjalanan yang super fantastis, Isra Mi’raj. Maka benarlah bahwa Shalat merupakan ejawantah dari sikap menunduk, sikap rendah hati, sikap tegas, sikap santun, sikap kehambaan paling tulus bagi Rabb.
Selamat Isra Mi’raj tahun 1445 H. (*)