Oleh: Tgk. Wahyu Ilhami * I Editor: F. Saidina
Aceh, provinsi paling barat Indonesia yang dikenal dengan penerapan syariat Islam, hingga saat ini masih menghadapi berbagai tantangan serius dalam implementasinya.
Bukan hanya itu, lebel sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia pun masih melekat pada provinsi berjuluk serambi mekkah ini, padahal ironisnya, Aceh adalah salah satu provinsi dengan otonomi khusus dari pemerintah pusat.
Kekhawatiran muncul terhadap pihak-pihak tertentu yang tidak setuju dengan penerapan syariat Islam akan menjadikannya sebagai kambing hitam, dan dianggap sebagai bukti bahwa Islam tidak lagi relevan dengan tantangan zaman.
Padahal, Islam seharusnya menjadi solusi bagi setiap masalah dan tantangan, bahkan hingga akhir zaman. Karena itu, untuk mengatasi masalah di Aceh, diperlukan pemimpin yang memahami baik birokrasi maupun syariat Islam secara menyeluruh. Dengan kombinasi ini, diharapkan penerapan syariat dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak bagi masyarakat luas.
Permasalahan yang dihadapi Aceh saat ini merupakan dampak dari kurangnya implementasi syariat secara menyeluruh, yang mungkin disebabkan oleh pemimpin yang tidak memahami syariat secara mendalam.
Menurut Tu Sop, seorang ulama intelektual Indonesia asal Aceh, pada masa kesultanan, Aceh berhasil menjadi pusat peradaban Islam di Nusantara justru dengan penerapan syariat Islam.
Kini, kita harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai syariat Islam dalam konteks demokrasi dan menjadikan demokrasi sebagai jalan menuju kebaikan dunia dan akhirat, sesuai dengan konsensus global.
Oleh karena itu, kita tidak boleh berpandangan bahwa penerapan syariat dalam negara demokrasi tidak mungkin dilakukan. Sebagai contoh, Allah mengharamkan konsumsi babi, namun hukum ini dapat berubah dalam kondisi darurat jika tidak memakan babi akan mengancam nyawa.
Dalam keadaan darurat, aturan hanya berlaku sejauh yang diperlukan untuk keselamatan. Prinsip yang sama juga dapat diterapkan dalam konteks berdemokrasi di negara dengan populasi muslim terbanyak, khususnya di Aceh.
Kita tidak diperintahkan untuk melakukan sesuatu yang di luar kemampuan kita, namun kita berdosa jika tidak melakukan apa yang mampu kita kerjakan. Maka, kerjakan semua yang bisa dilakukan, jangan menunggu hingga semuanya sempurna untuk mulai mengerjakan. [*]
* Penulis adalah Instruktur pada LP-TKD dan Guru Senior Babussalam Al-Aziziyah.