Home Sosok Muhammad Adami, Berjuang Bertahan Hidup Demi Mencetak Kader Muadzin Di Ibukota

Muhammad Adami, Berjuang Bertahan Hidup Demi Mencetak Kader Muadzin Di Ibukota

0

Penulis: F. Saidina  I   Editor: Jamal ZA

JALANTENGAH.COJAKARTA, Ada banyak cara bagi seseorang mengaktualisasikan passion, potensi dan menemukan kebermaknaan diri dalam hidupnya sebagai salah satu sumber kebahagiaan.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk spiritual yang berwujud fisik, bukan sebaliknya. Karna itu setiap orang punya naluri untuk menemukan arti dan makna eksistensinya bagi orang atau makhluk lain disekitarnya.

Adalah Muhammad Adami (47 tahun), pria pendiam asal Aceh Utara, yang memilih mencari makna hidupnya di Ibukota dengan menjadi pengajar kader Muadzin keliling dari mesjid ke mesjid di Jakarta.

Kepada jalantengah.co, Muhammad Adami mengisahkan, awal hijrahnya ke Jakarta tahun 2010 setelah ia mengikuti latihan kepemimpinan LK.III, salah satu jenjang training formal di Himpunan Mahasiswa Islam.

Niat awalnya ingin melanjutkan study magister, namun hanya bertahan dua semester di Uhamka karna ketiadaan biaya terpaksa berhenti kuliah.

Meski sempat menjadi pengurus PBHMI selama satu periode, namun nasib Adami tergolong tidak semujur rekan rekan seperjuangannya di jalur politik dan bisnis.

Beberapa kali mencoba peruntungan sebagai calon legislatif partai berlambang Ka’bah di daerah pemilihan DKI maupun Aceh 2 juga gagal.

Pun begitu, semangat dan tekadnya untuk berjuang mengubah nasib ditengah kerasnya kehidupan Jakarta terus membara, meskipun harus meninggalkan istri dan anak tercinta di kampung asalnya Nisam, Aceh Utara.

Untuk sekedar bisa makan dan bertahan hidup saat itu, Adami mengakui lebih banyak mengandalkan kebaikan dari teman temannya sesama kader HMI.

Bahkan untuk tempat tidur, ia memilih memanfaatkan meunasah meunasah Aceh di kawasan Jakarta secara berpindah pindah, sambil sesekali mengajar mengaji bagi anak anak.

Ditengah kondisi hidup tak menentu di Ibukota, nalurinya sebagai mantan Muadzin di mesjid besar Bujang Salim Krueng Geukueh ini akhirnya menggeliat saat mendengar suara adzan di surau surau maupun mesjid yang ia singgahi.

Menurut Adami, beberapa tahun ia terus mengamati cara adzan di banyak surau dan mesjid di kawasan Jakarta, ternyata masih cukup jauh untuk bisa disebut adzan yang benar, baik dari segi makhrajal huruf, tajwid serta irama.

Melihat kondisi tersebut, semangat Kabid Pembinaan Ummat yang pernah diemban Adami di HMI Cabang Lhokseumawe kembali terpanggil untuk memberikan solusi terhadap krisis Muadzin.

Melalui lembaga pembinaan kader Muadzin Bina Insan Kamil yang ia dirikan, Adami mengagas dan menawarkan pelatihan kader Muadzin ke beberapa pengurus mesjid, dimulai di kawasan Klender Jakarta Timur.

“Alhamdulillah ternyata sambutannya sangat baik, sebelum menawarkan pelatihan kader Muadzin biasanya saya minta untuk jadi Muadzin dulu di mesjid yang saya singgah saat masuk waktu shalat”, terang Adami.

Tepat tanggal 17 Januari 2018, Muhammad Adami memulai debutnya sebagai instruktur kader Muadzin di kelas perdana pelatihan kader Muadzin di mushalla Al-Ikhlas Matraman, Jakarta Timur.

Dalam kurun lima tahun terakhir, Adami telah melaksanakan 12 angkatan pelatihan kader muadzin di sejumlah mesjid, dengan jumlah peserta lebih dari 500 orang. Umumnya anak anak usia SD hingga SMA.

Tekad Adami mencetak kader Muadzin hebat di Ibukota tidak main main. Agar lebih fokus, ia pun memboyong istri dan anak-anaknya tinggal ke Jakarta bersamanya.

Dari aktivitas pelatihan kader Muadzin ini, Adami mencoba bertahan hidup bersama istri dan kelima anaknya di rumah kontrakan kawasan Klender Jaktim, sambil menjajakan mie Aceh sebagai penghasilan tambahan.

Selain pelatihan kader Muadzin ke mesjid mesjid, pria kalem perperawakan kecil ini juga sedang mengupayakan agar pelatihan ini diterima menjadi program ekstrakulikuler di sekolah sekolah kawasan Jabodetabek.

Selama ini, untuk mendapatkan support pembiayaan dari programnya, Adami mengaku mendapat dukungan maksimal dari lembaga Baitul Mal maupun Lazis atau Bazis.

Saat ditanya apa harapan besar dari aktivitas mencetak kader Muadzin yang dilakukan saat ini, dengan tulus ia menjawab, “Suatu saat saya ingin mendengar di setiap corong mesjid, terutama di Jakarta ini, lantunan merdu adzan dengan makhrajal huruf yang pas, tajwid yang benar maupun irama yang syahdu, sebagai panggilan terindah bagi ummat muslim untuk menghadap Sang Penciptanya“.

Disela sela aktivitas melatih kader Muadzin, alumni  training menjadi pengajar perubahan (MPP) angkatan I Tandaseru Indonesia ini juga aktif sebagai anggota pengurus pusat TIM bidang pendidikan dan pengembangan SDM.

Adami juga bertekad agar anak anak yang yang dikadernya saat ini bisa menjadi Muadzin di mesjid kebanggaan dan simbol muslim Indonesia, mesjid Istiqlal.

Begitulah, setiap orang punya cara beda memaknai hidup dan menemukan sumber bahagianya. Untuk kebahagiaan, dunia hanya menuntut kita melakukan yang terbaik dalam bidang apapun profesi kita. Nah, apa sumber bahagiamu ? (*) 

Exit mobile version