Home Kolom Kecendikiawanan Adalah Amanah

Kecendikiawanan Adalah Amanah

0

Oleh: M. RIZWAN HAJI ALI

Dunia kaum intelektual adalah dunia pergumulan epistemologis dan pengamalan aksiologis keilmuan yang penuh tanggungjawab. Sebuah dunia di mana kaum terdidik berkutat dengan ilmu dan berusaha sekuat tenaga mengamalkan ilmu itu untuk kebaikan dirinya dan orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda, manusia terbaik adalah yang bermanfaat kepada orang lain.

Seorang doktor atau profesor adalah lampu penerang bagi orang lain. Pemandu dalam kehidupan dan pemantik kebaikan di berbagai ruang dan waktu. Tanggung jawab orang berilmu lebih berat dari pada tanggung jawab orang awam. Kejahatan orang berilmu memiliki dampak yang luas, kejahatan orang awam dampaknya terbatas.

Karena itu, dalam Islam orang berilmu lebih besar dosanya jika ia tidak tegak lurus dengan ilmunya. Dia berkhianat terhadap dua hal, kepada Tuhannya dan kepada ilmunya. Demikian sebaliknya, jika ia beramal dengan ilmunya maka memperoleh ganjaran yang juga berlipat ganda karena telah hilang kejahilan dari dirinya dan telah amanah dalam ilmunya.

Persepsi sekuler yang menyebut ilmu sebagai kekuatan/kekuasaan (knowledge is power) telah melahirkan kesombongan dalam komunitas kaum terdidik. Memandang dirinya tinggi dan menganggap orang lain rendah. Memandang dirinya berkuasa dan orang lain di bawah kekuasaan intelektualitasnya. Karena itu, Islam memberikan peringatan keras terhadap bahaya ilmu di tangan orang sombong. Ilmu itu akan jadi petaka, bukan berbuah pahala.

Menjadi Cendekiawan Padi

Orang dulu sudah mewaspadai kesombongan orang berilmu dengan menciptakan pepatah “jadilah seperti padi, semakin berisi semakin merunduk”. Cendekiawan padi merupakan cendekiawan yang tetap berusaha merunduk walaupun diterpa oleh angin yang kencang. Sekuat apapun angin berusaha menegakkannya, padi itu tetap menggeleng ke kiri dan kanan supaya tetap merunduk.

Padi yang berisi harus dirawat dan dipupuk dengan baik. Lahannya perlu dibajak dan dialiri dengan air yang cukup. Angin yang menderu supaya bisa menyerap oksigen yang cukup. Tetapi, di dalamnya tetap ditanam tanggung jawab untuk tumbuh dengan bulir yang montok supaya tetap merunduk. Hanya padi puso dan terserang wereng yang berdiri tegak, tapi ringkih dan kering.

Di samping itu, dengan sedikit serampangan, bisa ditamsilkan bahwa mereka yang merunduk tidak mudah ditembak musuh. Itu sudah pasti dalam ilmu perang

Martabat Kecendikiawanan

Kecendikiawanan adalah martabat kemuliaan, status keilmuan, bukan martabat kekuasaan. Jika seorang ilmuan merasa dirinya besar dan berkuasa, maka ia telah menggeser posisi dan martabat keilmuan menjadi semata proses transaksi material tanpa memeluk teguh nilai-nilai kemuliaan.

Tidak perlu di sini kita tampilkan berbagai kisah kehancuran kaum intelektual yang sombong dengan ilmunya. Cukup itu mengendap dalam ruang batin kita. Tapi jelas bahwa cerita tentang kesombongan kaum berilmu dimulai dari sombongnya iblis ketika tidak mau tunduk kepada perintah Allah supaya merunduk kepada Adam ‘alaihissalam. Di era kuno ada personifikasi Haman, sang intelektual penyokong kezaliman Fir’aun terhadap Bani Israil.

Kisah itu begitu sarkastik untuk memukul sekuat mungkin supaya tidak muncul kesombongan di kalangan orang berilmu dan terdidik. Pahit, tetapi biasanya menjadi obat dengan dosis tinggi.

Islam menggambarkan cendekiawan yang bertanggung jawab sebagai ulul albab. Ulul albab kata Dawam Rahardjo merupakan cendekiawan yang berpihak pada kebenaran dan memiliki ilmu yang mendalam agar dapat memilah mana yang esensial dan mana yang suplementer.

Dalam dunia kampus, barangkali hal itu bisa diterjemahkan sebagai satu sikap tahu memilah mana yang pokok dan mana yang administratif belaka. Transfer pengetahuan dan pembentukan etika adalah pokok, sementara kertas dan foto hanya administratif belaka yang etidable.

Dalam dunia kebijakan, tanggung jawab birokrat sebagai cendekiawan teknokratis lebih berat lagi. Mereka memiliki dua kekuasaan. Sebagai birokrat yang punya otoritas dan teknokrat yang berlimpah pengetahuan. Jika mereka berkhianat terhadap amanah kekuasaan dan kecendikiawanannya, kerusakannya sangat luas dan dalam.***

(Penulis adalah Ketua PCNU Lhokseumawe, Dosen, Pemerhati Sosial)

Sumber: Medium.Com

Exit mobile version